Carrie White

sumber : google image


Carrie bersikeras untuk melangkah, pisau yang masih tertancap di bahunya terasa semakin nyeri. Dia membayangkan pompa air, tiang listrik serta mobil yang kini tengah melayang dari tempatnya. Dengan senyuman sinis, semua itu terjatuh dan melebur menjadi satu. Sue melihatnya dari kejauhan, berjalan mengikuti jejak Carrie seakan mereka telah terhubung dengan sesuatu yang kini membuatnya semakin merasa ketakutan.

Tapi semuanya akan berakhir, entah kenapa Sue yakin semua akan benar-benar berakhir. Sama seperti para saksi mata yang melihat cewek aneh dengan balutan gaun yang mulai luntur warnanya, bercampur noda darah yang bau. Dengan wajah yang sangat menakutkan, mereka bisa langsung mengetahui bahwa itu adalah Carrie White.

Margareth White sadar, semua sudah menjadi jalan yang Tuhan berikan untuknya. Dalam pikirannya yang berlari menuju masa lalu, ingatan tentang anak yang tak pernah dia inginkan, Ralph White suaminya yang pernah dia cintai kemudian berubah menjadi dibencinya. Jantungnya sudah melemah, mungkin sudah tak berdetak lagi. Tapi dia sendiri terkejut dan kagum karena otaknya masih bisa memikirkan detik demi detik kehidupan yang pernah dia lalui. Seperti memutar film lawas dimana pemutarnya terdengar bising, tapi ini tidak. Terasa sangat damai.

“Dasar bodoh!”

Sue kesulitan melangkah melewati bukit dari balik reruntuhan rumah yang tertimpa oleh tiang listrik. Carrie kembali mengangkat mobil di sisi kanan dan kiri, memutarnya bak mainan di pasar malam, kemudian menabrakannya ke dinding kafe serta toko sepanjang jalan. Mr. Raymond berlari sambil memeluk anjing kesayangannya, Husky yang setia menatap majikannya dengan kebingungan yang luar biasa.

“Tenanglah, kita akan terus bersama.”

Bisikan Mr. Raymond membuat Carrie merasa jijik. Kebersamaan yang justru membuatnya memikirkan tentang kaki kecil milik Ray, otot berwarna merah yang tengah bekerja dengan cepat, dia membayangkan otot itu tiba-tiba melilit, lebih kencang, lebih kencang lagi dan kemudian putus.
Bruk!!

Mr. Raymond terjatuh ketika merasa kakinya sakit dan nyeri luar biasa. Dia memegang sikunya sambil tak berhenti menahan tangis.

“Tohh...lohng. Toh..lohng.. Arrghh.”

Giginya gemelutuk menahan rasa sakit, Husky melolong pedih melihat Raymond tak berdaya. Carrie menyunggingkan senyumannya, ini adalah pembalasan untuk para Pendosa, ini adalah waktu yang tepat untuk menebus segala Dosa, darah juga malam Prom Nite yang membuat dirinya merasa hancur. Juga Momma yang kini mungkin telah berada dalam pelukan Tuhan.

“Carrie kau menjijikkan!”

Bayangan itu terus berputar di otak Sue. Dia merasa mual sekali, beban yang dirasanya akan berkurang, justru kini membuatnya tak tahan lagi. Di sebrang jalan, dia melihat mobil milik Billy menembus dinding Kafe yang roboh. Hanya tampak sekilas wajah Billy dan Chris yang berlumuran darah. Tubuhnya menggigil melihat mereka berdua. Ini adalah balasan yang pantas sepertinya, meski dia pun membayangkan apa yang akan dia terima malam ini.

Tommy bahkan seharusnya bukan korban. Kalau dia mencintai Carrie secara sungguh-sungguh. Sue tak lagi peduli dengan perpisahan yang begitu tiba-tiba seperti ini. Baru saja dia ingin menikmati segelas susu hangat, kemudian bunyi alarm terdengar sehingga kepanikan menyeruak. Namun, kini kota terasa sepi, hanya beberapa petikan api yang membakar rumah dan suara rubuh rumah yang lapuk.

Momma, aku takut.

Carrie semakin merasa ketakutan, nyeri di bahunya tidak tertahankan. Kakinya terasa semakin berat. Dia membayangkan sesuatu yang berdetak, berbentuk kecil, seperti darah. Senyumnya tersungging, ini hasil dari cewek Jalang. Ini dosa, kata Momma ini adalah Dosa dari darah.

Sue merasakan nyeri dibagian perut bawahnya. Dia meringis sambil memegang perut, sakit sekali hingga air matanya mengalir dari sudut. Erangan kecil terdengar memilukan, tubuhnya ambruk seketika dengan posisi seperti berdoa. Kemudian entah apa yang menggerakkannya kepalanya tersungkur ke atas jalanan yang sudah berlumuran minyak dan air. Dia tak tahu bagaimana mengubah posisinya, perutnya melilit tak tertahankan. Terus melilit membuatnya berteriak sekencang-kencangnya.

“Carrie...hentikan!”

Rintihannya menggema dari sudut jalan. Dia tahu pasti, Carrie-lah yang membuatnya merintih seperti ini. Entah bagaimana dia mengetahuinya, sama seperti kau menemukan sebuah koin emas di tengah jalan. Kau menemukannya begitu saja tanpa tahu darimana asalnya dan sebagainya.

Kau memang anak iblis, Carrie!!

Makian dari Momma membuat Carrie kembali menguatkan keberaniannya. Walaupun matanya sudah begitu perih tak bisa menangis. Kekuatannya tak lagi bisa dibendung hingga dia sendiri tak tahu kapan semua ini usai. Setelah melepaskan segumpal darah yang berdetak dalam perut Sue, Carrie melanjutkan pikirannya. Memfokuskannya pada Pom Bensin yang berada kurang lebih lima ratu meter dari tempatnya. Meledakannya hanya dengan sekali kedipan.

Rintihan Sue berhenti, ketika nyeri tak lagi dirasakannya. Dia kemudian bangkit dan berjalan meski tertatih-tatih. Tangannya masih menyentuh perut bagian bawahnya, nafasnya tersengal-sengal akibat menahan rasa sakit tadi. Dia harus mengikuti Carrie, harus. Karena Carrie adalah penyebab semua ini, dia juga yang membunuh Tommy. Dan Sue tidak tahu mengapa ada kewajiban untuknya dengan mengikuti Carrie. Setiap pertanyaan itu dia tepis sambil menatap dengan sedih kondisi Kota yang semakin hancur. Banyak korban yang tergeletak di tengah bahkan di pinggir jalan.

Mr. Raymond yang malang, matanya melotot keatas, sementara Husky di sampingnya menggonggong memanggil majikannya. Kematian yang begitu tragis, bahkan lengan kirinya masih memeluk sebagian tubuh Husky yang sedang mengendus dan menjilati wajah Mr. Raymond. Sue bergidik ngeri melihatnya.

Kini Carrie dan Sue berdiri tidak jauh, jarak mereka mungkin hanya lima atau enam meter. Melihat sosok Carrie yang tersungkur di atas jalanan, matanya menatap Sue dengan kosong. Namun pikiran yang ada dalam otak Sue, berlalu lalang seakan dia bisa berpikir apa yang tengah ada dalam otak Carrie.

Momma aku takut.

Tidak, semua ini benar, mereka memang Pendosa.

Carrie kau menjijikkan!

Putaran ingatan masa lalu yang terus mendesing bagai peluru dalam otak Sue membuatnya tak tahan. Dia berjalan terus melewati Carrie yang tengah terbujur merasakan sakit yang luar biasa. Sue juga merasakan nyeri itu, pada bahu kirinya, persis seperti pisau yang tertancap pada bahu kiri Carrie. Dia berjalan tertatih, dadanya terasa kembang kempis seperti ada yang menghimpitnya.

“Cukup Carrie!”

Bisik Sue sambil tak lagi mempedulikan Carrie yang tengah menanti ajalnya. Sudah waktunya dia menjauh untuk memberikan sedikit privacy untuknya. Memutar kenangan yang memilukan, tidak hanya untuk Carrie tapi juga untuk Sue. Dia telah melakukan perbuatan yang membuat dirinya seperti seorang monster.

Malam sudah beranjak pergi, pagi mungkin akan segera datang. Sue berlari menuruni bukit, tak tahu ingin berlari kemana. Meninggalkan Carrie White, juga Tommy kekasihnya yang kini sudah tak lagi bernyawa.

**

“Telekinesis yang diderita Carrie White bisa jadi merupakan Gen Resesif dari Margareth White, ibunya. Namun akan terlihat ketika dia mengalami depresi atau tekanan yang sangat hebat. Bisa dilihat dari kejadian yang tercatat dari saksi mata. Namun TK ini bukanlah suatu dosa seperti apa yang Margareth katakan pada Carrie. Bahkan ini juga bukan kesalahan murni dari Carrie White.”
Sidang komite White pun akhirnya ditutup secara resmi. Meski luka pada Kota yang hampir punah atau mungkin sudah hancur. Serta beberapa jiwa yang masih hidup dan memilih untuk menghabiskan waktunya diantara puing reruntuhan kehancuran Kota mereka.

**

Ide cerita dari Novel berjudul Carrie penulis Stephen King. Beberapa adegan adalah tambahan hasil pengembangan novel tersebut.
Biodata singkat penulis :






Ipeh Alena
Ipeh Alena Blogger

Post a Comment

advertise
advertise
advertise
advertise